SHARE
SONY DSC

Pada awal tahun, adalah baik untuk mulai memperkirakan apa-apa saja yang akan menanti kita di sepanjang tahun ke depan. Tantangan dan kesempatan pasti ada di segala bidang. Yang sedang hangat dalam pembicaraan adalah kebijakan Tax Amnesty (TA) yang digalakkan pemerintah sejak 1 Juli 2016. 31 Maret 2017 ini adalah batas waktu periode ketiga dan terakhir TA. Bagaimana progress TA? Apa saja regulasi pemerintah yang akan dicanangkan pada 2017 dan bagaimana konsekuensinya bagi pelaku bisnis? Bagaimana isu-isu terkait ketenagakerjaan di tahun 2017? Apa langkah yang baik untuk dilakukan dalam situasi saat ini? Pertanyaan-pertanyaan ini akan terjawab dalam acara “Facing Business Challenges in 2017” yang menghadirkan  Agus Arianto Toly, SE., Ak., MSA.,  Pwee Leng, SE., M.Kom., serta Drs. Devie, MM, Ak., Ph. D. sebagai narasumber.
Dalam acara yang merupakan perayaan HUT ke-26 Continuing Education Center (CEC) UK Petra ini, Agus dan Pwee Leng membawakan talkshow “Snapshot of Indonesian Economy in 2017”. Agus membuka talkshow ini dengan memperkenalkan latar belakang kebijakan TA dan memberikan outlook tentang bagaimana kondisi perekonomian Indonesia setelah pemberlakuan kebijakan perpajakan ini. Menurutnya, bagi pemerintah, pajak adalah sumber penerimaan terbesar dan juga alat kontrol kebijakan ekonomi. TA sedari mula diproyeksikan untuk merangsang para pemilik modal di luar negeri untuk menarik kembali dananya ke dalam negeri. Dengan adanya TA, saat ini pemerintah mampu menyerap 80% dari target pendapatan pajak yang sudah disesuaikan dan lebih ideal.

Menurut Agus, yang perlu diantisipasi pelaku bisnis terkait dengan kebijakan pajak di tahun 2017 adalah 1) dasar pengenaan pajak akan diperluas, 2) menjamin kepatuhan sistem internal perusahaan agar bisa mengakomodasi keperluan perpajakan; 3) Perlu pemetaan lawan transaksi, lawan transaksi yang kurang patuh akan bisa mempengaruhi sistem yang sudah taat peraturan pajak; 4) Reformasi Undang-undang Perpajakan dengan gambaran dimana dahulunya pelaporan pajak bersifat official assessment (penilaian dari instansi pemerintah), ke depannya akan berubah menjadi inisiatif wajib pajak; 5) Ekstensifikasi pajak ke usaha informal dan bisnis kreatif.

Pwee Leng mengingatkan pada peserta yang mayoritas adalah profesional dan pemilik bisnis akan makna dari motto TA: Ungkap, Tebus, Lega. Menurutnya, ketiga hal tersebut harus benar-benar dilakukan dengan kepatuhan dan jujur.  “Wajib pajak Lega  hanya kalau benar-benar melakukan pelaporan yang sesuai”, ujar Pwee Leng. Pwee Leng juga mengangkat satu contoh kasus di mana suatu perusahaan berusaha memanfaatkan insentif TA. Perusahaan tersebut melaporkan aset yang sebetulnya belum dimiliki dan menebusnya sesuai ketentuan TA. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalisir pembayaran pajak apabila dikemudian hari perusahaan tersebut akan mengakuisisi aset baru. Menurut Pwee Leng, hal ini justru akan merugikan karena apabila seseorang tidak melakukan pelaporan dengan sesuai, maka di hari depan ia akan merasakan efek kerugian pajak yang berlipat ganda.

Devie membawakan seminar bertajuk “Human Capital Issues in 2017”. Ia memaparkan isu-isu terkait ketenagakerjaaan di tahun 2017 khususnya terkait Upah Minimum Regional (UMR) yang semakin meningkat dan  serfikasi profesi. Trend yang terjadi di Indonesia adalah sertifikasi vokasi (diploma) mulai ditinggalkan, sedangkan sertifikasi profesi semakin dihargai lebih. Hal ini sesuai dengan haluan Indonesia yang perlu meningkatkan Indeks Pengembangan Manusia (IPM/Human Development Index) dan juga tren meningkatnya UMR. Tenaga kerja dengan kualifikasi tinggi akan semakin banyak mendapatkan ruang. Bagi perusahaan, sebaiknya mengadopsi 3E Organizational Health Circles. yaitu suatu siklus dimana: 1) Perusahaan meng-Empower karyawan, 2) kemudian karyawan bisa lebih baik dalam meng-Engage pelanggan, dan 3) pelanggan akhirnya akan meng-Enrich perusahaan kembali”, urai Devie. (noel/dit)

Facebook Comments

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here