SHARE

Saat ini, bekerja menjadi bagian terbesar dalam sendi kehidupan manusia. Maka dari itu kesehatan mental di lingkungan kerja menjadi hal yang sangat penting sebab berdampak besar di keseluruhan kehidupan kita. Menurut World Federation for Mental Health (WFMH), 350 juta orang di seluruh dunia mengalami depresi. Dalam bingkai bisnis, diperkirakan bahwa pada tahun 2030 depresi adalah sumber beban finansial terbesar bagi perusahaan. Menanggapi persoalan ini, Pusat Konseling dan Pengembangan Pribadi (PKPP) UK Petra bekerjasama dengan Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) menyelenggarakan Sosialisasi Kesehatan Mental di Lingkungan Kerja pada tanggal 20 Oktober 2017. Acara yang dilaksanakan di Ruang Konferensi 4, Gedung Radius Prawiro lantai 10 kampus UK Petra ini menghadirkan Dr. Ivana Sajogo, SpKJ. seorang Psikiater sebagai narasumber. Mengambil momentum Hari Kesehatan Jiwa Dunia yang ditetapkan setiap tanggal 10 Oktober sejak tahun 1992, acara ini memiliki tujuan agar dosen/tenaga kependidikan memahami ciri-ciri pribadi yang mengalami masalah kesehatan jiwa baik pada mahasiswa maupun rekan sekerja, dosen/tenaga kependidikan dapat bersikap secara positif untuk menolong pribadi bermasalah dan dosen/tenaga kependidikan dapat melakukan tindakan preventif agar tidak mengalami masalah kejiwaan yang serius dalam kehidupannya.

Ivana membuka sesi dengan memaparkan definisi kesehatan jiwa. “Sehat secara jiwa artinya suatu kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitas”, ungkap Ivana. Berangkat dari definisi ini, Ivana melanjutkan menjabarkan ciri-ciri dari orang sehat jiwa. Menurutnya, ciri-ciri bisa dilihat dari tiga apek yaitu aspek diri sendiri, dimana orang sehat jiwa puas dengan kehidupannya sehari-hari, mempunyai harga diri yang wajar, mampu menghadapi situasi, mampu mengatasi kekecewaan dalam hidup, menyadari kemampuannya, menilai dirinya realistis, tidak berlebihan, dan tidak merendahkan. Kedua yaitu aspek orang lain, dimana orang sehat jiwa mampu merasa nyaman dengan orang lain, dapat menghargai pendapat orang lain, merasa bagian dari kelompok, dan asertif. Yang terakhir yaitu aspek tuntutan hidup, di mana orang yang sehat jiwa mampu menetapkan tujuan hidup realistis, mampu memenuhi kebutuhan hidup, mengambil keputusan, menerima tanggungjawab, merancang masa depan, dan puas dengan pekerjaannya.

Ivana melanjutkan bahwa kita bisa mempertahankan kesehatan jiwa dengan mengelola stress. Setiap orang terpapar stress di berbagai kegiatan di berbagai tempat. Paparan stress yang normal menghasilkan kondisi eustress, sedangkan paparan stress yang tidak tepat akan menghasilkan kondisi distress. Dijabarkan kemudian bahwa gejala stress di tempat kerja bisa terlihat melalui penghindaran, bangkitan dan kekacauan. Penghindaran itu sendiri bisa berwujud seperti manajemen waktu yang kurang baik, ijin sakit yang meningkat dan penarikan diri dari interaksi sosial. Indikasi gejala bangkitan adalah menunjukkan emosi yang tidak biasa dan penggunaan zat yang meningkat seperti merokok yang berlebihan dan lain-lain. Kekacauan terlihat dari prestasi kerja menurun, kelelahan yang konstan, sakit kepala atau sakit tulang punggung yang berulang, kesulitan tidur, dan kepercayaan diri yang menurun.

Setelah dibekali pengetahuan untuk mengidentifikasi permasalahan yang terkait dengan kesehatan jiwa di tempat kerja, peserta dibekali juga dengan solusi apabila ditemukan permasalahan tersebut. Menurut Ivana, solusi bisa berupa modifikasi dan rumatan (maintenance). Modifikasi di sini adalah penyesuaian sistem kerja dan perubahan kebijakan yang bisa menjadi sumber stress berlebih. Dicontohkan di sini adalah penyesuaian jam kerja, rotasi untuk penyegaran, dan pemberian reward. Rumatan di sini berupa pengembangan diri pribadi dan dukungan komunitas.

Salah seorang dari 78 peserta acara, Retno Dwi Prastiwi, AMd., membagikan wawasan yang didapatkan dari acara ini. Tiwi mendapatkan wawasan yang bisa diaplikasikan, menurutnya “Dibutuhkan support dalam satu tim untuk membangun mental pribadi setiap orang. Selain itu, kita harus mengenali diri kita sendiri supaya kita bisa membawa diri dan sebisa mungkin me-manage stress supaya tidak terlalu jauh stress-nya”. (noel/Aj)

Facebook Comments

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here