SHARE

Masyarakat Indonesia saat ini sedang berkembang dan sedang berupaya untuk hidup dalam kesejahteraan. Dalam dekade ini kita bisa mengingat keberhasilan Indonesia mengentaskan penyakit polio. Dibalik kemajuan ini, ini belum banyak yang mengetahui adanya tantangan baru di bidang kesehatan yaitu penyakit keturunan thalassemia. Disebut tantangan bagi Indonesia karena tingkat prevalensi thalassemia di Indonesia adalah tergolong di 2 negara tertinggi di dunia bersama dengan Italia. Dikabarkan 6 hingga 10 persen penduduk Indonesia membawa gen penyakit ini. Tercatat setiap tahunnya bertambah lebih dari 2000 laporan kasus thalassemia mayor. Apabila dikalkulasikan bahwa biaya perawatan per pasien thalassemia mayor adalah 400 juta rupiah per tahun, maka terlihat jelas bahwa setiap tahun muncul beban kesehatan baru sebesar lebih dari 8 miliar rupiah. Sebagai bentuk kepedulian atas issue ini, Program Studi Manajemen Bisnis UK Petra bekerjasama dengan organisasi pengabdian Rotary International menggelar Seminar Cegah Thalassemia pada tanggal 9 November 2017 di ruang AVT 502 Gedung T UK Petra. Seminar yang dihadiri sekitar 200 orang ini diharapkan bisa meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia atas thalassemia dan ikut serta dalam upaya pencegahannya sehingga Indonesia bisa dengan segera bebas dari thalassemia. Sebagai narasumber seminar, dihadirkan Bing Rudyanto, dr., Sp.A., S.H., DFM., seorang pakar penanganan thalassemia dan dosen pengajar kedokteran di salah satu universitas swasta di Surabaya.

Bing mengawali sesi dengan memberikan pengenalan tentang thalassemia. Thalassemia adalah kelainan darah yang menurun secara genetik yang disebabkan oleh mutasi gen globin alpha dan gen globin beta. Mutasi ini menyebabkan berkurangnya produksi hemoglobin, dan juga mengurangi umur hemoglobin tersebut. Pada penderita thalassemia sel darah merah luruh dalam 50 hari, sedangkan dalam kondisi normal usianya bisa 120 hari. Karena kondisi ini, maka penderitanya sering mengalami kondisi kurang darah atau anemia. Cepatnya laju pengurangan sel darah merah menyebabkan limpa dan hati bekerja ekstra keras untuk mengimbangi memproduksi sel darah merah yang biasanya diproses oleh sum-sum tulang belakang. Kerja limpa dan hati yang abnormal ini menyebabkan kedua organ ini membengkak. Pada titik tertentu ketika bengkak ini sudah melebihi ambang batas ukurannya, tindakan penyelamatan satu-satunya adalah pemotongan organ tersebut. Tindakan operasi ini, dan juga kebutuhan transfusi darah yang konstan adalah penyebab tingginya biaya yang dihadapi keluarga pengidap thalassemia.

Setelah mengenal lebih jauh tentang thalassemia, Bing memperdalam paparannya dengan penjelasan atas efek sosiologis yang juga dihadapi pengidap thalassemia dan keluarganya. Karena kurangnya kesadaran masyarakat atas pentingnya skrining thalassemia, maka kondisi ini seringkali diketahui setelah proses kelahiran yang juga setelah pernikahan. Menurut Bing, skrining thalassemia sebelum menikah adalah penting karena apabila diketahui kedua calon pasutri membawa gen penyakit ini, adalah tidak bijak untuk meneruskan ke jenjang pernikahan. Belum adanya obat untuk kondisi ini dan besarnya biaya yang pasti akan ditanggung untuk perawatan anak dengan thalassemia adalah hal yang krusial untuk dipertimbangkan. Apabila hanya salah satu dari pasangan yang membawa gen (thalassemia minor) maka adalah baik karena dengan demikian gen pembawa thalassemia tidak diteruskan kepada keturunan. Menurut Bing cara untuk bebas dari thalassemia adalah mencegah dilahirkannya bayi dengan thalassemia, yang juga bisa dicegah dengan mencegah pernikahan 2 orang yang membawa gen tersebut. Untuk bisa membantu memberikan akses skrining pada warga yang kurang mampu, akan diselenggarakan acara Skrining Thalassemia gratis oleh Rotary Internasional pada tanggal 16 November 2017 di Surabaya. (noel/padi).

Facebook Comments

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here