SHARE

Dunia sedang berada dalam krisis kekerasan terhadap wanita. Menurut World Health Organization, 2 dari 3 wanita mengalami kekerasan setiap harinya. Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan merilis bahwa setiap 2 jam, terdapat 3 perempuan mengalami kekerasan di Indonesia. Surabaya adalah kota terbesar kedua di Indonesia. Bersamaan dengan besarnya kota ini, semakin besar dan mendalam juga permasalahannya. Secara khusus dalam bidang perlindungan dan keamanan bagi perempuan, dibutuhkan upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat Surabaya atas krisis kekerasan terhadap perempuan ini dan juga metode-metode pencegahan serta penanganannya. Sebagai bentuk kepedulian dan tindakan nyata terkait krisis tersebut, mahasiswa dari Program Studi Manajemen Perhotelan UK Petra menyelenggarakan “Women’s Self Defense Seminar and Workshop” di Hotel Cleo Jemursari pada tanggal 19 November 2017. Acara yang dihadiri sekitar 50 orang dari kalangan mahasiswa UK Petra dan juga umum ini mengagendakan 2 kegiatan, yaitu: Seminar Get to Know Better, dan Workshop Bold is the Real Beauty.

Pembicara dalam seminar ini adalah Novita Herikristanti, S.Sos., M.Si. dari Dinas Pengendalian Penduduk, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Sesi ini dimulai dengan paparan krisis perlindungan perempuan yang ada di Surabaya. Diungkapkan bahwa angka tindakan trafficking wanita di Surabaya mengalami peningkatan drastis. Dipaparkan juga bahwa ada kecenderungan kekerasan terhadap wanita justru sering dilakukan oleh orang-orang terdekat korban. Setelah penggambaran kondisi ini, Novita memberikan tips untuk mewaspadai pelaku kekerasan. Pelaku kekerasan bisa dari orang yang dikenal, dengan ciri-ciri sebagai berikut: posesif, selalu merasa benar, tidak menghargai, berkomentar merendahkan, memaksakan kehendak, memiliki sejarah kekerasan di keluarganya, dan apabila sudah pernah melakukan kekerasan cenderung mengulangi kembali perbuatan tersebut. Untuk mengidentifikasi pelaku kekerasan dari orang yang tidak dikenal, ciri-cirinya adalah: memperhatikan terus-menerus, mendekat secara agresif, bersikap baik secara tiba-tiba (membelikan minuman, hadiah, dll), dan orang dari media sosial yang mengajak bertemu. Apabila sudah bisa mengidentifikasi potensi terjadi kekerasan, tindakan selanjutnya adalah melakukan perlawanan yang dijabarkan dalam tiga bagian, yaitu lawan, jauhi, dan lapor. Menutup sesi ini, diberikan penjelasan bahwa adanya kekeliruan umum yang turut mendukung terjadinya kekerasan terhadap perempuan, yaitu pertama bila terjadi kekerasan, perlu dipahami bahwa korban bukan pihak yang bersalah, kedua perlu adanya perubahan perspektif, bahwa kekerasan terhadap perempuan, apa pun bentuknya, itu bukan lelucon atau sesuatu yang lumrah, melainkan suatu pelanggaran. Ketiga adalah upaya mencegah kekerasan tidak sama dengan menjadi paranoid, melainkan menikmati hidup dengan kewaspadaan, dan keempat kebanyakan pelaku kekerasan bukanlah orang asing, melainkan orang yang dikenal dan bahkan orang terdekat.

Sesi workshop menghadirkan Robby Antares Sanjaya, pemilik Magna Gym dan ahli bela diri, sebagai pembicara dan pelatih. Robby menerangkan bahwa mempelajari teknik melindungi diri (self defence) adalah berbeda dengan menekuni martial arts (ilmu beladiri). Ilmu beladiri dilakukan setiap hari dan memerlukan komitmen dalam jangka waktu yang relatif lama. Sedangkan teknik melindungi diri bisa dipelajari dan dipraktekkan di saat-saat yang diperlukan. Dalam sesi ini, Robby memberikan pelajaran dan pelatihan perlindungan diri tingkat dasar sampai dengan menengah. Lebih khusus lagi teknik yang diajarkan adalah mengenali titik lemah penyerang, yaitu mata, rahang, leher, ulu hati, kemaluan, lutut, dan tulang kering. Diajarkan dengan praktek juga bagaimana memanfaatkan titik lemah ini di berbagai situasi. Robby juga mengingatkan para peserta agar lebih baik menyelamatkan diri sendiri daripada mempertahankan harta benda. Contohnya apabila diminta barang tertentu, lebih baik berikan saja tetapi lempar jauh-jauh, dan ketika pelaku mengambil barang tersebut kita bisa melarikan diri. Robby juga menyarankan untuk mempersiapkan diri dengan alat pertahanan diri yang mudah disimpan seperti semprotan merica. Semprotan merica efektif untuk melumpuhkan penyerang dan mudah disembunyikan. Menurut Robby, kunci pertahanan diri adalah bersikap tenang, katanya “Ketika panik, ahli bela diri mana pun tidak akan bisa mempertahankan diri”. (noel/padi)

Facebook Comments