SHARE
Dosen Desain Komunikasi Visual (DKV) Universitas Kristen Petra (UK Petra) menorehkan prestasi dalam Kompetisi Film Pendek 2017 yang diadakan oleh Dharma Wanita Persatuan Surabaya dan Independen Film Surabaya (INFIS) bekerja sama dengan Dinas Pendidikan Kota Surabaya. Maria Nala Damayanti, S.Sn., M.Hum. bersama tim diumumkan meraih juara tiga pada 17 Desember 2017 di Balai Pemuda Surabaya. Kompetisi membuat film pendek ini terdiri dari beberapa kategori yaitu ibu, Sekolah Menengah Pertama (SMP), Madrasah Tsanawiyah (MTs), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Madrasah Aliyah (MA). Kompetisi ini diawali dengan workshop film bagi murid SMP/MTs dan ibu pada tanggal 10 November 2017. Setelah itu, para peserta dirujuk untuk mengikuti kompetisi film pendek ini. Peserta diminta membuat film pendek dengan durasi maksimal lima menit dengan tema besar “Inspirasiku”. Selanjutnya peserta mengumpulkan hasil karya film pendek pada tanggal 5 Desember 2017. “Saya ingin mendorong perempuan untuk berani berekspresi karena perempuan pasti punya perspektif tersendiri dalam melihat suatu permasalahan, film adalah media yang sangat dekat dengan kita dan sebagai penyampai pesan yang punya daya jangkau luas,” ungkap Maria Nala Damayanti, S.Sn., M.Hum.
Dalam pembuatan film pendek ini, dosen yang akrab disapa Maya ini berperan sebagai sutradara, produser, dan script writer. Dosen kelahiran Kediri ini dibantu rekan dosen DKV UK Petra dan beberapa mahasiswa DKV UK Petra yang berperan sebagai director of photography ilustrator, animator, dan editor. Maya dan tim membuat film pendek berjudul “Opsi” yang mengisahkan tentang ibu tunggal yang memiliki dua anak. Sang ibu memiliki kebiasaan yaitu selalu membacakan dongeng sebelum anaknya tidur. Suatu malam, sang ibu terlalu sibuk bekerja, sehingga tidak bisa membacakan dongeng bagi anaknya. Saat melihat anaknya yang telah tidur, ia menemukan kertas bertuliskan “aku sayang ibu” di tangan anaknya. Pesan yang ingin disampaikan melalui film pendek yang proses pembuatannya kurang lebih tiga minggu ini adalah membangun kebiasaan dengan anak akan selalu membekas, itu yang memperkuat ikatan antara ibu dan anak. “Kisah dalam film pendek ini, saya justru terinspirasi dari anak bungsu saya, yang setiap hendak tidur selalu minta untuk digarukkan. Hanya dalam film ini saya ganti dengan kebiasaan mendongeng karena lebih umum bagi masyarakat,” ujar ibu dua anak tersebut.
Sebelum membuat film pendek ini, dosen yang sejak tahun 2001 mengabdi di UK Petra ini melemparkan suatu unggahan di facebook untuk mengetahui respon masyarakat tentang isu ibu. Isi dari unggahan tersebut adalah apa yang kamu ingat dari ibu? Dan hasilnya cukup banyak respon positif yang didapat. Keunikan dari film pendek ini yaitu adanya unsur animasi dan menampilkan kesenian lainnya yaitu tari balet. Balet dipilih karena merupakan tarian klasik dan merupakan salah satu budaya yang cukup tinggi. Selama proses pembuatan film pendek ini, Maya mengaku mengalami beberapa kendala, diantaranya adalah membagi waktu, mencari talent, dan keterbatasan waktu. “Membagi dan menyesuaikan waktu dengan tim dan talent cukup sulit, karena kami punya kesibukan masing-masing,” terang dosen kelahiran tahun 1971 ini. Maya dan tim berhasil mengalahkan 20 tim lainnya pada kategori ibu dan berhak mendapatkan piagam dan piala. (rut/padi)
Facebook Comments