SHARE

Globalisasi dan internasionalisasi menjadi hal yang penting sekaligus membuka peluang dan tantangan bagi pelaku usaha. Untuk memberikan wawasan dalam hal ini, Continuing Education Center (CEC) Universitas Kristen (UK) Petra menggelar seminar “Think Globally Act Internationally” pada tanggal 27 Januari 2018 di Auditorium UK Petra, acara ini sekaligus memperingati ulang tahun ke-27 CEC.

Drs. Kresnayana Yahya, M.Sc. sebagai narasumber pertama dalam seminar ini membawakan materi “Overview and Trends in Business Internationalization” kepada peserta seminar. Kresnayana memberikan pemaparan tentang kondisi Indonesia dalam bingkai industri global dan kecenderungan internasionalisasi industri. Kresnayana mengatakan bahwa kondisi perekonomian Indonesia beberapa tahun ini membaik, yang dapat disimpulkan melalui indikator-indikator: pendapatan domestik bruto per kapita yang mencapai Rp 45 juta per tahun,  inflasi yang terkendali dibawah 5%, surplus perdagangan yang konstan dan pada tahun 2017 tercatat tertinggi selama 6 tahun terakhir pada angka USD 11,8 miliar, meningkatnya kinerja perusahaan dalam Bursa Efek Indonesia, dan meningkatnya daya tarik investasi Indonesia. Dalam atmosfer yang mendukung perkembangan bisnis ini, Kresnayana mengatakan saatnya    Indonesia go global melalui terbentuknya proyek-proyek lintas negara dengan keuntungan yang saling timbal balik di bidang perdagangan dan industri. Menutup sesinya, Kresnayana mengemukakan tantangan yang perlu diantisipasi oleh pelaku industri yaitu dengan menjaga kualitas secara menyeluruh, mengurangi ekspor komoditas, memperbanyak ekspor barang jadi; dan memperkuat seluruh proses produksi agar bisa memenuhi  permintaan pasar global.

Sesi kedua dari seminar ini adalah gelar wicara bertajuk “Internationalization Opportunities and Challenges” dengan tiga narasumber, yaitu: Ricky, S.E., MRE., Ph.D.,Johan Suryadarma; dan I gede Agus Widyadhana, Ph.D. Dalam acara ini, Ricky memaparkan situasi yang akan dihadapi pelaku usaha saat memasuki pasar internasional. Hal penting yang perlu dipertimbangkan saat memasuki pasar global adalah: currency (mata uang), customs (peraturan), culture (budaya), dan customers (pelanggan). Ricky juga memaparkan metode-metode yang bisa dipakai dalam bisnis internasional, bukan hanya melalui ekspor, tetapi juga melalui foreign direct investment (FDI), dan collaboration seperti dalam bentuk franchise dan joint venture. Gede memaparkan bagaimana menciptakan dan memanfaatkan value chain dalam industri yang merambah ke internasionalisasi. Menurut Gede, setiap elemen dalam proses produksi harus memberikan added value (nilai tambah), dan jika tidak mampu memberikan nilai tambah maka elemen tersebut akan punah. Suryadarma adalah seorang pelaku ekspor dan juga pakar dalam ekspor perikanan. Ia membuka sesinya dengan satu saran, yaitu: Change your mindset. Pebisnis perlu mengubah pola pikir saat memasuki pasar global. Suryadarma mengatakan “Yang penting bukan lagi penetration akan tetapi retention”, pelaku bisnis perlu mempertahankan keberlanjutan hubungan dagang dengan pembeli internasional. Diberikan contoh, seringkali eksportir dari Indonesia berhasil memenuhi pesanan ekspor untuk satu kali, akan tetapi pada saat pengiriman kedua kualitasnya berkurang dan akhirnya menghentikan kerjasama yang seharusnya bisa berlangsung lebih lama. Kunci agar bisnis bisa bertahan di kancah internasional menurut Suryadarma adalah kemampuan quick learning yang memungkinkan pelaku bisnis beradaptasi dan melayani pelanggan dengan baik.

Dalam sesi terakhir rangkaian acara ini, Pwee Leng, S.E., S.H., M.Kom., CFP®., Dipl. IFF., membawakan seminar bertajuk “Export is The Optimum Way to Go International”. Pwee Leng secara khusus membahas peluang dan tantangan kegiatan ekspor.

Kepala CEC, Regina Jokom, S.E., M.Sc., mengatakan, “CEC ikut berkontribusi dan mempersiapkan pelaku usaha Indonesia menghadapi globalisasi, melalui peluang berInvestasi dan ekspor adalah implementasi dari internasionalisasi”.(noel/dit)

Facebook Comments