SHARE

The Regional English Language Office (RELO) United States (US) Embassy mengadakan EPIC Camp yang merupakan kegiatan pelatihan bagi calon-calon guru Bahasa Inggris di seluruh Indonesia dan Timor Leste untuk meningkatkan kualitas pendidikan serta pendidik bahasa Inggris di Indonesia. Camp yang diikuti oleh 43 mahasiswa tingkat akhir dari ini bertujuan untuk memberikan wadah bagi preservice English teacher untuk selalu berinovasi di bidang pendidikan dan pengajaran serta mempersiapkannya menjadi profesional teacher. Kali ini, EPIC Camp diadakan di Hotel Singgasana Surabaya pada 8 Januari – 19 Januari 2018. Synthia Santoso, mahasiswa Sastra Inggris Universitas Kristen Petra (UK Petra) berhasil berpartisipasi dalam EPIC Camp ke-4 ini. Synthia memiliki pengalaman menjadi guru les privat bagi siswa Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA).

Saat mendaftarkan diri, Synthia mengisi form yang berisi menguraikan motivasinya mengikuti camp dan mencari dua surat rekomendasi dari Kepala Program Studi dan dosen. Selain mengisi waktu liburan, motivasi Synthia mengikuti camp ini adalah menantang diri sendiri dengan berpartisipasi dalam kegiatan ini. Terdapat enam pembicara yang berasal dari Amerika yang disebut fellows dan empat orang pembicara yang berasal dari Universitas Indonesia (UI) yang disebut facilitator.  Melalui camp ini, fellows dan facilitator memberikan materi mengenai teknik mengajar yang menarik dan menyenangkan. EPIC Camp (campers) diberi kesempatan untuk berdiskusi setelah mendengarkan materi dari pembicara dan dapat langsung praktik mengajar di kelas dengan teknik yang dimiliki. Para campers juga didampingi oleh counsellor, alumni EPIC Camp terpilih, hal ini membuktikan bahwa hubungan baik masih terjaga bahkan setelah kegiatan ini telah berakhir. “Para fellows dan facilitator menyampaikan materi dengan teknik yang berbeda-beda, menarik, dan unik, kami bahkan tidak sadar bahwa kami sedang diberikan materi, ada yang mengajar dengan permainan, bahkan musik,” ujar mahasiswa semester delapan ini.

Tidak hanya dilatih untuk menjadi guru yang profesional, campers juga diperkenalkan dengan budaya Amerika, seperti menari, sikap saat berkemah, dan lain-lain dalam sesi America Moment. Mahasiswa kelahiran Kotabaru ini mengaku awalnya mengalami beberapa kesulitan diantaranya adalah culture shock, merubah kebiasaan dan minder, “Peserta lainnya merupakan orang-orang yang sangat tertarik dalam hal mengajar dan memiliki banyak pengalaman,” ungkapnya. Synthia mengungkapkan bahwa setiap guru itu special dan memiliki keunikan mengajar masing-masing. Setelah mengikuti camp ini, ia bercita-cita untuk membuat wadah bagi guru les privat yang dapat menghubungkan guru dengan karakter tertentu dan murid dengan kebutuhan tertentu yang sesuai, serta mengimbangi dengan gaji yang layak.

Setelah pulang dari camp, campers bisa mendapatkan manfaat stay Connected dengan seluruh campers dan para fellows. Mereka dapat bertukar ide, informasi dan mendapatkan lebih banyak jaringan, karena setelah camp selesai, para campers harus berkontribusi dengan cara membuat kegiatan-kegiatan dan dapat mengundang fellows atau campers lain. Dari kegiatan inilah proses pematangan materi yang sudah dibawa pulang sedang berproses. “Selama dua minggu saya mengikuti camp ini, saya benar-benar enjoy dan senang, saya mendapatkan banyak pengetahuan dan teman-teman baru yang luar biasa,” ungkap alumni SMA Kristen Petra 5 ini. (rut/padi)

Facebook Comments