SHARE

Little children, let us not love in word or talk but in deed and truth. (1 John 3:18-ESV)

Kasih memang perlu diekspresikan melalui kata-kata. Namun kasih bukan sekadar kata-kata. Kasih bukan gombalan yang terdengar manis dan menyanjung setinggi langit namun setelah itu menjatuhkannya kembali ke dasar pijakan bumi. Kalau cuma kata-kata, maka akan banyak pujangga dadakan di mana-mana karena banyak orang lebih pandai merangkai kata daripada merangkai aksi. Ya, kasih yang terucapkan perlu ditunjukkan melalui perbuatan nyata.

Rasul Yohanes menasihatkan pendengarnya demikian, “Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran.” (1 Yohanes 3:18). Ada 2 hal yang perlu diperhatikan dalam mengekspresikan kasih kepada orang di sekitar.

 

  • Love in Deed

 

Kasih perlu diekspresikan melalui perbuatan konkret yang menjawab kebutuhan sesesorang. Pada ayat 17 sebelumnya, rasul Yohanes berkata. “Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap dalam dirinya?” Ini pernyataan dan pertanyaan retoris. Ada orang yang kekurangan secara materi. Ada orang yang punya uang dan sanggup menolong, namun ia berdiam diri saja. Bagaimana orang cuek dan tidak peduli seperti ini mengaku sebagai seseorang yang punya kasih Allah? Orang ini tentu tidak dipenuhi kasih Allah!

Kasih Allah pada kita bukanlah kasih yang sekadar kata-kata. Bukan kasih yang gombal. Allah berkata, “Aku mengasihi engkau dengan kasih yang kekal” (Yeremia 31:3). Kasih-Nya terbukti lewat tindakan Allah yang memelihara, menyertai, dan menolong kita. Ekspresi kasih Allah yang terbesar terbukti ketika Allah memberikan Yesus Kristus sebagai Penebus bagi manusia berodosa. Manusia perlu diselamatkan dan manusia tidak akan pernah bisa menyelamatkan dirinya sendiri dalam segala keberdosaannya. Oleh karena itu, Allah yang bertindak. Hanya Allah yang bisa melakukan itu. Inilah kasih yang bertindak. Inilah kasih yang berkorban. Kasih yang menjawab kebutuhan. Kasih yang terlihat melalui tindakan nyata.

Kasih Allah inilah yang menjadi standar kasih kita kepada sesama. Aksi kasih kita kepada orang di sekitar kita haruslah sebuah aksi yang menjawab kebutuhan mereka. Kita tidak harus melakukan aksi spektakuler. Seringkali cukup dengan aksi sederhana yang berkesan dan menjawab kebutuhan. Aksi kasih ini mungkin berupa sebuah traktiran makan siang bagi seseorang yang kita tahu orang tersebut sedang kesulitan keuangan. Memberi diri, waktu, dan telinga untuk mendengarkan seseorang yang sedang memiliki pergumulan hidup juga merupakan tindakan kasih. Atau menolong seorang mahasiswa yang kesulitan belajar mata kuliah tertentu. Bisa juga menemani atau mengantar orang tua belanja di supermarket. Kasih dalam tindakan nyata membutuhkan kepekaan untuk melihat kebutuhan dan keberanian untuk bertindak menjawab kebutuhan.

 

  • Love in Truth

 

Kasih bukan sekadar dibuktikan melalui tindakan nyata. Namun, tindakan ini haruslah tindakan yang benar. Cara atau sarana mengekspresikannya juga harus benar. Kasih di dalam kebenaran artiya apa yang kita lakukan dan cara yang kita lakukan adalah sesuatu yang baik sesuai dengan standar kebenaran firman Tuhan. Tujuan yang baik harus diekspresikan juga dengan cara yang baik. Apa yang dilakukan itu sesuatu yang baik bagi orang lain. Caranya pun harus cara yang baik, tidak melanggar etika, dan menghormati Tuhan.

Ironisnya, dalam hal mengekspresikan kasih, banyak orang yang tujuannya baik, namun caranya seringkali keliru atau salah. Pada bulan Oktober 2017, seorang pelajar SMP di Kalimantan Timur ditemukan gantung diri di sebuah pohon manga. Pelajar ini diduga nekat bunuh diri karena sangat tertekan dengan tuntutan orangtuanya. Sebelum ditemukan tewas, pelajar tersebut sempat dimarahi orang tuanya karena nilai ujian sekolahnya jelek. Ironis bukan? Orang tuanya tentu berharap bahwa ketika mereka memarahi si anak, maka si anak akan lebih termotivasi untuk belajar, mendapatkan nilai yang baik, bahkan berprestasi. Namun, tujuan yang baik ini terselubung dalam kemarahan. Tujuan yang baik disampaikan dengan cara yang keliru. Akibatnya fatal bukan? Si anak sama sekali tidak menangkap niat baik orang tuanya. Si anak hanya melihat kemarahan orangtuanya yang sangat mungkin menyakiti hatinya, bukan teguran yang penuh kasih dan membangun!

Mengekspresikan kasih dalam kebenaran memang tidak mudah. Kita perlu keberanian untuk bertindak dengan cara yang benar. Sebagai seorang anak, tentu para mahasiswa ingin membanggakan orang tua dengan mendapatkan nilai yang baik. Namun, ingatlah bahwa cara untuk mendapatkan nilai yang baik itu pun harus cara yang benar dan terhormat. Tidak ada ruang untuk titip absen, plagiarisme, apalagi nyontek saat ujian! Dalam relasi dengan rekan kerja, tentu bisa terjadi perbedaan pendapat bahkan konflik. Ketika kita merasa tersinggung dan sakit hati, beranikah kita menyatakannya langsung ke rekan kerja tersebut? Ataukah kita lebih memilih untuk membicarakannya “di belakang” orang tersebut? Ketika kita menemukan kesalahan rekan sepelayanan atau rekan kerja, tentu kita perlu menegur orang tersebut. Hanya saja, sampaikanlah teguran tersebut dengan cara yang tepat, yaitu demi kebaikan orang tersebut ke depannya. Jangan sampai teguran tersebut sekadar pelampiasan emosi kita atau ajang pamer diri karena merasa diri lebih baik dari orang yang telah melakukan kesalahan tersebut.

Sebagai orang-orang yang telah dan selalu dikasihi oleh Tuhan, marilah kita mengekspresikan kasih kepada orang yang ada di sekitar kita dengan perbuatan nyata yang menjawab kebutuhan dan di dalam kebenaran.

Facebook Comments