SHARE

Kemajuan teknologi informasi membuat pertukaran informasi menjadi hal yang sangat mudah dan merasuk ke seluruh kegiatan masyarakat Indonesia. Banyak kemudahan dan kebaikan yang sudah dirasakan dengan hadirnya berbagai media sosial dan juga gadget yang membuat laju pertukaran informasi menjadi sangat cepat. Di balik kemudahan dan kebaikan tersebut terdapat juga sisi negatifnya, percepatan informasi ini meningkat bersamaan dengan banyaknya informasi palsu atau berita bohong yang kita kenal dengan hoax. Universitas Kristen Petra (UK Petra) turut serta dalam upaya memerangi hoax melalui kegiatan Seminar Anti Hoax “Hoaxbuster: Cerdas Mengelola dan Meneruskan Informasi”, yang diselenggarakan oleh Departemen Mata Kuliah Umum UK Petra pada hari Jumat, tanggal 6 April 2018 di Ruang AVT 503 Gedung T UK Petra.

Sekitar 210 peserta memenuhi ruangan AVT yang menghadirkan Kapolrestabes Surabaya, Kombes Pol Rudi Setiawan, S.H., M.H. sebagai pembicara utama. Rudi membawakan seminar bertajuk “Bersama Mahasiswa Melawan Hoax”. Rudi mengawali pembicaraan dengan memberikan definisi hoax. Menurutnya, hoax adalah segala informasi yang tidak sesuai dengan aslinya. Ia kemudian menggambarkan bagaimana hoax menjadi viral dengan ilustrasi jika seseorang memiliki 11 ribu pengikut di media sosial, dan orang tersebut memasang suatu hoax. Lalu hoax ini kemudian di-share oleh pengikutnya yang juga memiliki ribuan pengikut. Maka dalam waktu singkat bisa dipastikan sejumlah besar pengguna internet sudah terpapar dengan informasi salah tersebut, situasi ini yang disebut dengan istilah viral. Rudi menjelaskan bahwa pemerintah sudah mengantisipasi hoax melalui perangkat perundangan. Kepolisian juga sudah melakukan tindakan terkait hoax, yaitu: preemtif, preventif, dan penegakan hukum. Rudi menyarankan kepada para pengguna internet untuk menjadi netizen yang cerdas dan bijak. Ia mengingatkan bahwa kepolisian saat ini sudah memiliki cyber patrol yang bekerja 24 jam setiap hari dan juga bekerjasama dengan para ahli. Pelanggar hukum di dunia cyber pasti tertangkap, Rudi mengatakan “Sekarang bukan lagi mulutmu harimaumu, tapi jempolmu harimaumu”. Sebagai penutup sesi ini, segenap peserta seminar melakukan deklarasi anti hoax serta penandatanganan ikrar melawan hoax di lembar Wall of Hopes.

Seusai sesi Kapolres, seminar dilanjutkan dengan sesi seminar bertajuk “Let’s Turn Back Hoax” yang diasuh oleh Rovien Aryunia, M.PPO., M.M., Koordinator Masyarakat Anti Fitnah Wilayah Surabaya. Rovien memberikan gambaran bahwa hoax meningkat di Indonesia karena rendahnya literasi digital pengguna internet di Indonesia. Rovien kemudian memberikan saran tentang bagaimana mengetahui ciri-ciri hoax, yaitu berita yang mengajak pembacanya membenci, fitnah/rekayasa yang memakai gambar yang tidak berkaitan dengan informasi yang disebarkan, dan menggunakan media abal-abal (yang tidak bertanggungjawab). Sesi terakhir seminar adalah seminar “Hoax dan Umat Beragama” dengan narasumber Pdt. Wahyu Pramudya, M.Th., Pendeta GKI Ngagel. Menurut Wahyu, semakin user friendly sebuah teknologi, semakin besar partisipasi tiap orang dalam pembuatan & penyebaran berita. Hal ini menyebabkan semakin besar pula dampaknya, baik itu positif atau negatif. Sally Azaria, S.Sos., M.PPO., dosen Departemen Mata Kuliah Umum dan koordinator seminar ini menyampaikan himbauannya terkait melawan hoax, ia mengatakan “Kita tidak bisa membuat berita hoax tidak ada. Tetapi yang kita bisa adalah meminimalkan dampak buruk dari hoax. Misalnya cerdas dalam menerima dan menyebarkan informasi atau bisa juga mengingatkan keluarga jika mereka menyebarkan hoax”. (noel/Aj)

Facebook Comments