SHARE

Amnesia! Siapa yang pernah mengalami amnesia? Siapa yang pernah mengalami kehilangan ingatan, terutama tentang masa lalu atau apa yang terjadi sebelumnya karena penyakit cacat atau cedera pada otak? Mungkin sebagian besar di antara kita akan dengan cepat menjawab “Tidak Pernah!” Ya, memang mungkin saja kita tidak pernah mengalami amnesia secara jasmani. Bagaimana dengan amnesia secara rohani? Kita melupakan Tuhan dalam hidup kita. Lebih tepatnya, kita melupakan campur tangan Tuhan di tengah keberhasilan kita. Seolah segala keberhasilan itu murni karena perjuangan, kerja keras, kecakapan, kecerdasan, dan segala kehebatan kita. Amnesia rohani sangat mungkin kita alami ketika kita terlalu memberikan kredit pujian pada perjuangan kita dan melupakan pertolongan dan kemurahan Tuhan. Amnesia rohani terjadi karena kita lupa bersyukur pada Tuhan di tengah keberhasilan yang diraih dengan penuh perjuangan. Amnesia rohani ibarat penyakit akut yang bisa menggerogoti iman orang-orang percaya. Semua kita rentan dengan amnesia rohani. Lalu bagaimana? Kabar gembiranya ialah ada obat manjur untuk penyakit ini. BERSYUKUR! Ya, hati yang penuh ucapan syukur pada Tuhan adalah obat untuk membasmi amnesia rohani.

Dalam Mazmur 144:1-2, raja Daud berkata, “Terpujilah TUHAN, gunung batuku, yang mengajar tanganku untuk bertempur, dan jari-jariku untuk berperang; yang menjadi tempat perlindunganku dan kubu pertahananku, kota bentengku dan penyelamatku, perisaiku dan tempat aku berlindung, yang menundukkan bangsa-bangsa ke bawah kuasaku!” Daud adalah raja yang hebat dan berpengaruh. Ia juga seorang prajurit yang perkasa. Dalam bahasa atau istilah militer yang sangat kental, Daud bersyukur kepada Tuhan atas segala campur tangan Tuhan dalam hidupnya. Tuhanlah yang menjadi sumber kekuatan, perlindungan, dan kemenangan. Tuhanlah yang melatih tangannya sehingga ia bisa menjadi seorang prajurit sejati yang ahli dalam peperangan (2 Samuel 17:8) dan raja yang berpengaruh.

Mengapa Daud bisa bersyukur sedemikian rupa? Karena Daud tahu diri! Daud ingat siapa dirinya dahulu sebelum menjadi prajurit dan raja yang hebat. Dahulu, ia hanyalah remaja muda belia tak berpengalaman yang cuma mengembalakan 2-3 ekor domba (1 Samuel 17:28), ia tidak masuk hitungan untuk bisa menjadi prajurit perang raja Saul seperti ketiga kakaknya (1 Samuel 17:13). Namun, kini ia menjadi raja yang besar. Dari gembala domba menjadi prajurit hebat dan raja yang mengembalakan umat Allah. Tanpa pertolongan dan kemurahan Tuhan, Daud bukan siapa-siapa! Oleh karena itu, dalam ayat 3-4 Daud berkata, “Ya TUHAN, apakah manusia itu, sehingga Engkau memperhatikannya, dan anak manusia, sehingga Engkau memperhitungkannya? Manusia sama seperti angin, hari-harinya seperti bayang-bayang yang lewat.” Ini adalah suatu pengakuan yang begitu jujur akan kerapuhan hidup manusia. Hidup manusia ini singkat. Singkatnya hidup ini ibarat tarikan atau embusan napas dalam hitungan detik. Namun, manusia yang rapuh dan terbatas ini diperhatikan oleh Tuhan. Dalam kerapuhan dan keterbatasan hidup, kuasa dan karya Tuhan yang membuat manusia berhasil. Kesadaran akan siapa dirinya, keterbatasan diri sebagai manusia, dan anugerah Tuhan yang melimpah yang membuat Daud memiliki hati yang penuh ucapan syukur pada Tuhan. Hanya karena campur tangan Tuhan saja, ia bisa menjadi seseorang yang hebat. Kesadaran diri ini menuntun pada ucapan syukur yang tulus. Hati yang penuh ucapan syukur inilah yang menjadi penangkal penyakit akut amnesia rohani. Ucapan syukur menolong kita untuk tidak lupa diri sehingga terlalu memuja diri atas segala keberhasilan!

Momen wisuda kali ini tentu menjadi momen yang sangat membahagiakan bagi para wisudawan, wisudawati, dan keluarga. Orang tua tentunya bangga dan bersyukur akhirnya putra/putri terkasih berhasil menyelesaikan masa studi di kampus. Para wisudawan dan wisudawati juga tidak kalah bahagia karena akhirnya masa-masa “penderitaan” seperti kurang tidur karena mengerjakan tugas dan skripsi telah berakhir. Masa “kejar-kejaran” dengan deadline tugas atau ujian telah berlalu. Ada begitu peristiawa yang telah dialami selama menempuh studi di kampus ini. Ada tawa dan tangis. Namun, bukankah semua ini menjadikan hidup terasa lebih berwarna? Masa-masa itu tidak akan terulang lagi. Masa studi sarjana telah berakhir, masa untuk berkarya telah menanti.

Momen wisuda menjadi momentum untuk kembali bersyukur atas segala pertolongan dan kemurahan Tuhan. Para orangtua, beryukurlah untuk kemurahan Tuhan yang telah menolong bapak/ibu untuk membesarkan, mendidik, dan mendukung putra/putri terkasih sehingga sekarang menjadi seorang sarjana. Bersyukurlah atas kesempatan yang Tuhan berikan untuk melihat mereka memakai toga sarjana. Para wisudwan/wisudawati, beryukurlah atas kasih, pertolongan, dan kemurahan Tuhan selama saudara berproses di kampus. Tuhanlah yang memberikan kecerdasan, bakat, minat, dan karunia sehingga saudara bisa menyelesaikan kuliah dengan baik. Tuhanlah yang telah memelihara saudara di di tengah-tengah masa sulit selama proses studi berlangsung. Civitas akademika juga turut bersyukur karena Tuhan telah memakai UK Petra untuk berbagian dalam mempersiapkan generasi penerus bangsa yang akan datang. Marilah kita terus berlatih bersyukur dan merayakan kebaikan Tuhan. Lawanlah amnesia rohani dengan hati yang penuh ucapan syukur.

Kiranya Tuhan yang telah menolong para mahasiswa dalam proses studi, juga akan menolong para alumni untuk memiliki tangan yang cakap dalam profesi masing-masing. Kiranya kehadiran para alumni di dunia kerja bisa memberikan kontribusi positif bagi masyarakat. Kiranya Tuhan menolong UK Petra sebagai institusi milik Tuhan untuk mempersiapkan para alumni yang tinggi iman, ilmu, dan pengabdian. Soli Deo Gloria.

 

Facebook Comments