SHARE

Peningkatan rasio pajak adalah solusi ideal untuk meningkatkan pendapatan negara. Indonesia adalah negara dengan Produk Domestik Bruto (PDB) yang tergolong tinggi, akan tetapi  kurangnya kepatuhan atas pajak menyebabkan potensi pendapatan pajak kurang maksimal. Sebagai salah satu upaya meningkatkan kepatuhan pajak, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang berada di bawah Kementerian Keuangan menyelenggarakan ‘Pekan Inklusi Pajak’ pada tanggal 5-8 November 2018 di seluruh Indonesia.

Pekan Inklusi Pajak yang bertema“Generasi Sadar Pajak Pahlawan Masa Kini”, di kantor wilayah Jawa Timur 1 dilaksanakan dalam bentuk acara peningkatan literasi pajak untuk siswa tingkat Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, sampai dengan Perguruan Tinggi (PT). Untuk PT, rangkaian acara berupa Seminar Inklusi Kesadaran Pajak di Universitas Negeri Surabaya, Mobile Tax Unit Goes to Campus, yaitu kunjungan mobil informasi pajak ke kampus-kampus di Surabaya serta Lomba Poster Kesadaran Pajak.

UK Petra turut serta mendukung DJP dengan menyelenggarakan puncak rangkaian acara Pekan Inklusi 2018 yaitu ‘Pajak Bertutur’ di ruang AVT 502 pada 9 November 2018.

“Pajak Bertutur” dihadiri 250 mahasiswa dari 15 perguruan tinggi. Wakil Rektor Bidang Keuangan dan Administrasi UK Petra, Agus Arianto Toly, SE., Ak., MSA, dalam sambutannya menyampaikan harapannya agar kerjasama yang sudah dijalin para mahasiswa dari 15 perguruan tinggi ini terus berkelanjutan sesuai dengan peran masing-masing. Turut hadir dan memberikan sambutan adalah Kepala Kantor Wilayah DJP Jawa Timur I Estu Budiarto Ak, MBA, yang menyampaikan pentingnya menjalin hubungan yang baik antara DJP, wajib pajak, dan perguruan tinggi. Estu kemudian mengatakan, “Arti inklusi adalah menanamkan kesadaran sejak dini, salah satunya dengan berkomunikasi dengan para mahasiswa, dalam upaya menumbuhkan pahlawan masa kini untuk meningkatkan kepatuhan sukarela pajak”.

Usai sambutan, Heru Budi Kusumo, Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Kantor Wilayah Jatim 1 DJP menyampaikan paparan. Heru menjelaskan manfaat pajak, dimana negara memerlukan pendanaan untuk melakukan semua fungsinya. DJP bertugas melaksanakan pendanaan tersebut melalui pajak. Dijelaskan sumber pendanaan secara garis besar ada 3, yaitu: pinjaman luar negeri dan dalam negeri, menjual sumber daya alam (SDA) serta pajak. Meminjam dana dari luar negeri akan membebani negara dengan bunga. Menjual sumber daya alam dalam bentuk komoditas, seperti yang dilakukan Indonesia saat ini, kurang memaksimalkan hasil dari sumber daya tidak terbarukan tersebut. Kesimpulannya, dari ketiga sumber ini, pajak adalah sumber pendanaan negara yang paling ideal. Sebagai gambaran proporsi pendanan yang ada, pada tahun 1987 sumber pendanaan terbesar adalah penjualan SDA (minyak dan gas), sedangkan pada tahun 2018 pajak menyumbang 80% dari sumber pendanaan.

Setelah memberikan pemahaman tentang pajak, Heru menjelaskan kondisi kepatuhan pajak di Indonesia. Dengan populasi Indonesia saat ini sebesar 265 juta jiwa, wajib pajak orang pribadi (WP OP) yang terdaftar adalah 35,5 juta. Dari yang terdaftar tersebut, hanya 11,1 juta yang melapor pajak dan yang membayar pajak hanya 1,3 orang. Hal ini menunjukkan kecilnya kepatuhan pajak di bidang WP OP. Gambaran yang sama juga didapati di wajib pajak (WP) badan usaha. Ada 3,1 juta badan usaha terdaftar sebagai WP, hanya 0,7 juta yang melapor dan hanya 0,32 juta WP badan usaha yang membayar pajak.

Heru mengungkapkan pentingnya meningkatkan kesadaran pajak untuk pembangunan negara, katanya “Target pajak di APBN 2018 yang berjumlah 1.408 triliun ini ditanggung oleh 2 juta WP, jika 4 juta WP membayar maka sumber pendanaan APBN akan terpenuhi dari pajak”. Diharapkan generasi muda Indonesia akan menjadi generasi sadar pajak yang merupakan pahlawan masa kini. (noel/dit)

Facebook Comments