SHARE

Tidak ada seorangpun pantas untuk disakiti. Akan tetapi kenyataannya Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) masih terjadi di tengah masyarakat. KDRT merupakan perbuatan yang berakibat atau dapat menyebabkan penderitaan fisik, psikis, seksual, termasuk pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, serta penelantaran ekonomi yang terjadi baik dalam di dalam maupun di luar ikatan perkawinan.

Berangkat dari rasa kepeduliannya terhadap isu kekerasan, Jessie Monika, S.S. menuliskan naskah berjudul “A Story of Wounds” yang dipentaskan dalam teater musikal di Petra Little Theatre (PLT) Universitas Kristen Petra (UK Petra). Pementasan berdurasi 105 menit ini, PLT bekerja sama dengan Christian Xenophanes sebagai komposer musik untuk lagu-lagu yang digunakan dalam pementasan. Selain itu, pementasan ini juga merupakan kolaborasi antara PLT dan kelas Stage Production Program English for Creative Industry (ECI) UK Petra.

Disutradarai Stefanny Irawan, S.S., M.A., pementasan ini juga dalam rangka memperingati Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP). Pementasan digelar selama empat hari mulai tanggal 21-24 November 2018 di ruang PLT UK Petra. “Isu ini sangat penting, tetapi seringkali hal ini masih dianggap tabu untuk dibicarakan secara luas di masyarakat, bahkan dianggap sebagai aib bagi korban dan keluarganya,” ujar Jessie.

A Story of Wounds bercerita tentang kehidupan seorang pelukis muda bernama Nina yang menikah dengan Ruben, seorang lelaki dari keluarga terpandang yang dikenal baik dan kaya. Ruben memiliki kebiasaan buruk sebagai pecandu alkohol, dan menjadi seorang yang sangat kasar saat terpengaruh minuman keras. Disaat itu, seringkali Ruben menyakiti Nina dan meninggalkan bekas luka di sekujur tubuhnya. Ruben tahu apa yang dilakukannya terhadap istrinya itu salah, oleh sebab itu ia selalu berusaha berbuat baik pada Nina sebagai permohonan maaf.

Namun hal mengerikan tersebut terus berulang, walaupun keluarga Ruben mengetahui perbuatan tersebut, tapi memilih untuk menutup mata dan berusaha “menyembunyikan” Nina dari masyarakat. Ternyata Ruben memiliki kisahnya sendiri, anak pertama yang disiapkan menjadi pemimpin perusahaan, ia mendapat banyak tekanan, sehingga ia melampiaskannya dengan minuman keras. Nina menjadikan karya dan lukisannya sebagai alat untuk mencurahkan perasaan dan keadaannya pada masyarakat luas.

Menurut Jessie, para penyintas pada umumnya merasa dirinya layak menerima perlakuan tidak manusiawi macam ini oleh karena itu tidak berani mencari pertolongan. Ini salah satunya diakibatkan oleh adanya anggapan dari masyarakat bahwa KDRT merupakan hal yang cukup wajar dilakukan oleh seorang suami terhadap istri. Sebelumnya Jessie melakukan wawancara dengan seorang penyitas, Jessie juga berkonsultasi dengan psikolog yang menangani kasus kekerasan dalam rumah tangga.

Melalui pementasan ini, Jessie ingin menekankan bahwa kekerasan terhadap siapapun, dengan dalih apapun, tidak dapat dibenarkan. “Melalui pementasan ini saya ingin menghimbau masyarakat jika melihat atau mengalami hal seperti ini, jangan hanya diam tetapi bertindaklah karena setiap manusia tidak layak diperlakukan seperti itu,” ungkap Jessie. (rut/Aj)

Facebook Comments