SHARE

Sebuah gelaran dua tahunan bernama Biennale bagi para seniman-seniman berbakat kembali digelar. Mengambil tema “World is a Hoax”, gelaran ini akan dipamerkan selama 13 hari berturut-turut lamanya mulai tanggal 9-22 Oktober 2017 berlokasi di Taman Budaya Jawa Timur, Jalan Gentengkali, Surabaya di Galeri Prabangkara. Ada 27 seniman yang diundang yang ikut serta memeriahkan pameran ini dan salah satunya adalah Obed Bima Wicandra, S.Sn., M.A. seorang dosen Desain Komunikasi Visual (DKV) Fakultas Seni dan Desain (FSD) Universitas Kristen  Petra (UK Petra). Apa yang Obed kerjakan? Karyanya berupa mural, instalasi dan wheatpaste. Apa itu wheatpaste? Sebuah teknik dalam salah satu street art yang menggunakan media poster dalam penyampaian pesannya. “Karya ini berjudul Luka Harum Bunga yang merespon tema yang ditawarkan oleh kurator yaitu World Is A Hoax. Kami memaknai hoax ini dengan memakai kejadian pembantaian, pemenjaraan tanpa pengadilan, hingga perbudakan yang terjadi pada tahun 1965 di Indonesia. Pada titik ini, pelemahan peran kaum perempuan secara ideologis terjadi. Saya membuat karya ini bersama dengan para mahasiswa UK Petra dan komunitas Tiadaruang, sebuah komunitas seni yang beranggotakan para dosen DKV UK Petra dan persona kependidikan FSD UK Petra. Mahasiswa yang terpilih terlibat mengeksekusi karya ini adalah Ivana Kurniawati”, ungkap Obed yang juga menjabat sebagai Sekretaris Program Studi DKV UK Petra, Surabaya. Karya ini terbagi menjadi 3 bidang yang didominasi dengan warna merah, abu-abu, putih dan hitam.

Bidang pertama bernama wall of death, yang berisi mengenai pernyataan-pernyataan dari aktivitas perempuan mengenai penyiksaan yang dialami semasa di penjara tahun 1965-1970-an. Sedangkan bidang kedua bergambarkan pelemahan gerakan perempuan di bawah rezim Soeharto. Hal ini digambarkan dengan kepala perempuan berupa kaleng kerupuk. “Perempuan dimasa ini dilemahkan dan ditempatkan di wilayah domestik yaitu masak, manak dan macak saja”, urai dosen yang lahir pada bulan Januari 1977. Bidang ketiga, merupakan perempuan yang saat ini berupaya untuk tegak berdiri dan berdaya. Obed juga menambahkan pesan teks penyemangat yaitu “Perempuan Merdeka Wani Terluka”. Pameran yang digagas oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata serta Dewan Kesenian Jawa Timur ini mengundang para seniman dari seluruh Indonesia mulai dari Jakarta, Bandung, Surabaya dan masih banyak lagi kota lainnya. Tesalonika, salah seorang pengunjung menyampaikan apresiasinya pada karya Obed ini. “Karya ini menceritakan semangat berani membara dari seorang perempuan dari masa ke masa. Tampak sangat jelas manakala semangat perjuangannya digambarkan dengan simbol api”.

Biennale ini merupakan sebuah pameran yang berfungsi sebagai alat baca mengenai fenomena di masyarakat. “Masyarakat saat ini sangat terikat dengan sosial media, sehingga tak jarang banyak berita hoax. Maka dari itu, pameran ini ingin mengajak para seniman merespon hoax tersebut. “Kali ini panitia sengaja menetapkan karya seni media instalasi dan performance, tidak ada karya lukis dan patung”, urai Ayos seorang kurator di Biennale Jatim 2017. Menurut Ayos, seniman yang berkesempatan mengambil bagian dalam Biennale Jatim 2017 ini sebelumnya melalui tahapan seleksi terlebih dahulu. Khusus kali ini, seniman yang diundang adalah para seniman muda dengan mayoritas berusia di bawah 40 tahun, hal ini semata disesuaikan dengan tema yang ada. “Obed dipilih lagi untuk mengisi dalam pameran kali ini dikarenakan Obed dianggap sebagai salah satu seniman yang konsisten di jalur street art dan membicarakan masalah atau isu politik di masyarakat. Dan menariknya selalu melibatkan mahasiswa dalam membuat karyanya sehingga selaras dengan fungsi dosen sebagai pendidik”. ujar pria berkaca mata tersebut. (Aj/dit)

Facebook Comments

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here