SHARE

Dalam rangka merayakan ulang tahun ke-60 Program Studi Sastra Inggris UK Petra, tanggal 3 Juni 2021 lalu di gelarlah interview secara daring dengan Prof. Dr. Lee Orchard dari Jurusan Teater, Valparaiso University, U.S.A. Dipandu oleh Meilinda, MA, dosen program English for Creative Industry (ECI), Program Studi Sastra Inggris, UK Petra, acara berdurasi 90 menit ini selain dihadiri oleh dosen dan mahasiswa ECI juga dihadiri oleh dosen dan mahasiswa dari Universitas Sanata Dharma, Universitas Kristen Maranatha, Universitas Satya Wacana, Universitas Katolik Soegijapranata dan Universitas Sebelas Maret yang adalah anggota English Performing Arts Consortium in Indonesia.

            Prof Orchard dalam acara bertajuk “US Campus Theater and Department in Covid-19 Pandemic: To Be or Not To Be” ini membagikan pengalaman, pandangan dan perjuangan yang dialami teater-teater di Amerika dalam masa pandemi Covid-19. Dia mengingatkan kembali peran penting aktor sebagai healer. Oleh sebab itu, aktor dan teater justru tidak dapat berhenti berkarya di masa yang krusial ini. Inilah saat dimana teater dapat berperan untuk turut menyembuhkan masyarakat yang berada dalam masa perubahan dan tidak menentu ini. 

Ia menyatakan bahwa selama ini teater dipercaya dapat melatih daya kreativitas, membangun kerjasama tim yang baik, menguji kemampuan komunikasi dan berpikir kritis dengan berorientasi pada solusi. Justru saat inilah (masa pandemi COVID-19), ketika semua kebiasaan dan kenyamanan ditantang akibat perubahan yang terjadi, teater dapat menjadi wadah yang menempa para pemain dan tim produksi untuk benar-benar mengasah semua kemampuan soft skills. 

            Bagi Prof. Orchard, inilah saatnya para pengajar mengeluarkan teknik akting dan produksi serta metode pengajaran dan pendekatan yang tidak baku. Ia menyarankan  untuk mengubah kelas menjadi laboratorium eksperimen demi menghasilkan karya baru sesuai dengan tantangan zaman. Dalam interview ini, ia membagikan dengan detail apa yang mereka lakukan untuk membuat teater digital. Dari ceritanya terlihat jelas bagaimana seni berkelindan dengan teknologi dan menghasilkan kebaharuan. 

“Ini bukan masalah to be or not to be, ini perihal to be, tidak ada alternatif lain. Teater perlu bertransformasi, meski saya merindukan masa bertemu muka dalam berteater dan menonton pertunjukan live, kita perlu menyikapi masa ini sebagai masa yang dipenuhi dengan sukacita dimana kita bisa bebas berpetualang dalam berkarya,” pungkasnya. 

Natasya Aurelia Puspo, mahasiswa ECI UKP, menyampaikan bagaimana acara ini telah menginspirasinya bukan hanya untuk menghasilkan karya yang lebih baik di kelas Acting namun juga dalam hidupnya. “Saya belajar bagaimana kesungguhan dalam upaya dan kreatifitas yang dimiliki dapat menolong untuk menghadapi masa ini”, tutup Natasya. (M/Aj)

 

Facebook Comments