SHARE

Kemajuan teknologi yang sangat pesat turut mempengaruhi karakter dan sifat dari generasi masa kini. Ini menjadi tantangan bagi orang tua dan guru yang memiliki peran dalam memberikan pendidikan karakter bagi anak-anak baik di rumah maupun di sekolah. Pembelajaran yang menyenangkan tentunya akan mempermudah anak-anak untuk lebih memahami materi yang diajarkan. Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (Prodi PGSD) Universitas Kristen Petra (UK Petra) menggelar lokakarya Fun Learning with Creativity pada 4 Juli 2018. “Kegiatan ini sebenarnya untuk menolong mahasiswa sebagai calon guru, saya percaya melalui seni budaya menjadi sebuah pintu yang dapat dibuka sangat luas. Karena seni merupakan sebuah kebebasan, untuk nantinya anak-anak dapat berani dan percaya diri untuk akhirnya menemukan hal terbaik yang Tuhan berikan bagi mereka,” ungkap Dr. Magdalena Pranata Santoso, S.Th., M.Si., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UK Petra dalam sambutannya.

Lokakarya ini merupakan tugas Ujian Akhir Semester dari mata kuliah Seni Budaya dan Kerajinan Anak SD. Menghadirkan dua pembicara yaitu Lily Eka Sari, S.S., M.A., Dosen PGSD UK Petra yang pernah menjadi guru untuk anak-anak berkebutuhan khusus di Amerika ini berbicara mengenai Wajah Pendidikan Indonesia. Kemiskinan hingga tindak kriminal mencerminkan wajah pendidikan di Indonesia, hal ini menunjukkan banyak yang tidak beres dengan sistem pendidikan di Indonesia. Data yang di dapat dari USAID, menurut Direktur Jenderal Pendidikan Dasar (Dikdas), saat ini Indonesia masih kekurangan sebanyak 112.000 guru SD. Selain itu, faktor ekonomi dan pernikahan dini menjadi alasan anak-anak tidak dapat melanjutkan pendidikannya.

Fun learning, bukan berarti selalu mengajar dengan permainan, tetapi bagaimana menjadikan kegiatan belajar mengajar menyenangkan dan dapat dipahami oleh murid-murid. Setiap anak memiliki learning style yang berbeda-beda, ada yang kinestetik, visual, dan auditori. Oleh karena itu, seorang pengajar harus mampu memberikan pengajaran sesuai kebutuhan masing-masing murid. “Doa saya bagi para mahasiswa saya, empat sampai lima tahun lagi kalian akan menjadi pengajar. Tiap orang diciptakan Tuhan secara unik, tidak ada istilahnya cacat produksi. Jangan pernah menganggap bahwa murid kalian itu pasti sama dengan kalian,  setiap orang berbeda, gaya belajarpun berbeda-beda,” jelas dosen berambut pendek ini.

Pembicara kedua dalam lokakarya ini adalah Ricky Abraham, S.S. yang berbicara tentang pengajaran kreatif dan menyenangkan. Ricky yang merupakan guru di Sekolah Pelangi Kristus Surabaya ini membagikan pengalamannya mengajar murid-murid mulai dari Taman Kanak-kanak (TK) hingga SMA (Sekolah Menengah Atas). Ricky tertarik dengan kesenian khususnya seni badut (clowning), yang hingga saat ini menjadi salah satu metode pengajarannya pada murid-muridnya. Menggunakan metode clowning dan menggunakan alat peraga, murid-murid terutama anak-anak lebih tertarik untuk memperhatikan guru yang mengajar.

Lokakarya ini diikuti oleh sekitar 150 orang peserta, mulai dari mahasiswa, pelajar, guru sekolah minggu, guru SD, bahkan dosen. Selain lokakarya ini, para mahasiswa PGSD juga mempersembahkan penampilan berupa tarian merak, tamborin, vocal group, dan juga tarian gemufamire dari Nusa Tenggara Timur. (rut/Aj)

Facebook Comments