SHARE

“Aku cuman bisa kerja ini… Kamu pasti begini begitu gak bisa ini itu…”

Pernah merasa bahwa kita terbatasi untuk melakukan suatu hal dari sudut pandang orang lain (atau bahkan sudut pandang sendiri)?

Dalam keseharian, kita sering diberi “label” dengan stereotip dan diskriminasi yang ada di lingkungan sekitar sehingga membuat kita secara tidak sadar membatasi atau memandang diri lebih rendah dari kapasitas sebenarnya.

Lalu, bagaimana cara mengatasinya?

  1. Kita terima dulu apa yang dikatakan oleh orang lain.
  2. Gak perlu untuk menggunakan standar orang lain, gunakan standar diri sendiri dulu untuk dilampaui.

Tapi, bagaimana kalau tidak memenuhi kebutuhan dan ekspektasi orang lain?

Yang terpenting adalah KOMUNIKASI, beritahu kalau tidak bisa atau waktunya terbatas (hal ini mudah dilakukan untuk beberapa orang, tapi ada juga yang sulit). Jika kita terus-terusan mengejar standar orang lain, jatuhnya akan membuat ekspektasi orang tinggi. Jika kita “mengagungkan” standar yang tinggi itu, kita malah bisa jatuh dan tidak menghargai hasil kerja diri sendiri. Maka, kita bisa berikan sesuai kapasitas kita, jika tidak maka kuncinya adalah komunikasi. Everyone has their own story, their own capacity, and standard.

Kadang kita tidak tahu batasan kita. Gimana cara tahu batasan kita?

Gak perlu jauh-jauh cari tahu! Jawabannya ada pada diri kita sendiri. Kita harus mencoba dulu, jangan membatasi diri sejak dari awal (siapa tau pas dicoba ternyata bisa, ya kan?).

Oke. Terus gimana kalau sudah menentukan standar tapi ternyata something happened dan harus mengubah atau menyesuaikan standar itu?

Sometimes, it’s okay not to be okay! Yang penting tetap komunikasi dan terbuka dalam apapun keadaan kita. Tapi, jangan terus-terusan untuk jadikan itu alasan kita tidak mau mencoba atau berusaha mencari solusinya walaupun selangkah demi selangkah. Dari langkah kecil secara terus menerus, kita bisa menemukan kembali potensi dan passion yang dimiliki.

To be honest, semua hal dan setiap orang itu memang ada limitnya.

Limitless is an idealism, tapi bukan berarti kita menerima limit. Kita bisa memperluas skill kita dan juga memperluas zona nyaman (tidak perlu keluar, cukup perluas cakupan). Yang namanya rintangan itu ada, tapi how to heal or deal with it bisa dengan memperluas zona nyaman kita.

The best way to break the limit is looking deep into your self-concept, then self-management

Intinya, komunikasi itu krusial walaupun terkadang sulit, tapi diperlukan. Daripada menjadi Limitless, kita bisa memperluas comfort zone kita untuk memperluas limit kita 🙂

(Limitless: disini)

(WHITESPACE: disini)

Facebook Comments