SHARE

We believe that technology and advancements are blessings for mankind.

But are they really?

Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi sungguh sangat mempermudah hidup. Kita tidak perlu repot-repot antre membeli makanan karena sudah bisa memesan secara online, hingga tidak perlu susah-susah mencari informasi di perpustakaan terdekat karena hanya dengan modal browsing saja sudah menemukan apa yang kita cari. Tidak bisa dipungkiri bahwa keadaan hidup kita di era ini sudah jauh lebih nyaman.

But comfort doesn’t always mean good.

Sadarkah bahwa dengan segala kemudahan yang ditawarkan, kita justru semakin pasif? Pernahkah kita menghitung seberapa jauh langkah yang kita tempuh per harinya? Normalnya, orang dewasa disarankan untuk berjalan setidaknya 10.000 langkah dalam satu hari. Apabila langkah kita ternyata sangat kurang dari 10.000 atau bahkan kita tidak beranjak sama sekali dari posisi kita, maka kita sedang menjalankan gaya hidup yang disebut sedentary lifestyle.

Sedentary lifestyle sendiri merupakan pola hidup yang mengarah kepada aktivitas fisik yang rendah. Konsep ini didasarkan pada dua hal: tidak bergerak aktif dan pola makan yang tidak sehat. Parahnya, sedentary lifestyle dijalankan oleh 60-85% orang di dunia dan gaya hidup ini dipercaya menjadi satu dari sepuluh penyebab utama kematian dan kecacatan dunia.

Being stagnant for too long, in fact, brings more harm than good. Tubuh kita perlu beraktivitas karena diciptakan untuk menjadi aktif. Saat fungsi tersebut tidak dijalankan, we risk disrupting its original purpose.

So, technology and advancements are at fault then?

Tidak. Kemajuan teknologi dan perkembangan zaman diciptakan untuk meningkatkan kualitas hidup agar hidup yang kita jalani menjadi semakin nyaman. Namun kondisi tersebut tidak seharusnya menjadikan kita terlalu mengandalkan  teknologi dan kemudahan zaman. Secara pribadi, kita tetap harus menjalankan peran kita sebagai manusia yang diciptakan untuk menjadi aktif. In other words, we shouldn’t be slaves of the modernized world.

Memangnya, gimana sih caranya kita tahu kalau kita tidak bergerak dalam jangka waktu yang lama? Well, the most obvious hint is us sitting at the same spot for hours, tapi kita juga bisa mencari tahu melalui:

A. The number of activities you’ve done

Kita memiliki 24 jam dalam sehari. Di sela-sela itu kita juga menyempatkan waktu untuk tidur. Yang perlu kita lakukan adalah mengurangi total 24 jam tersebut dengan lama waktu kita tidur. Jumlah yang kita dapatkan dari perhitungan tersebut adalah total waktu di mana kita harus melakukan kegiatan aktif. Apabila kita menghabiskan 50% dari waktu tersebut hanya untuk duduk atau tiduran, maka kita perlu mengganti siklus tersebut.

B. The feeling of extreme tiredness

Pernahkah kalian merasa sangat lelah padahal tidak melakukan apapun? Kenyataannya, semakin kita tidak melakukan apapun maka tubuh kita akan semakin lelah. Hal tersebut terjadi karena organ-organ seperti jantung, paru-paru, dan otot sedang “direhatkan” sehingga aktivitas mereka menjadi lebih lambat.

C. Calorie intake

When we are sedentary, asupan kalori kita tetap sama sementara jumlah energi yang kita keluarkan menurun. Jumlah kalori tersebut disimpan sebagai lemak. Selain itu, metabolisme kita menjadi lebih lambat dalam mengubah makanan menjadi tenaga. Metabolisme yang lambat menyebabkan pembakaran lemak kita menjadi sedikit.

D. The amount of sleep you get

Tidur yang kurang juga menyebabkan metabolisme kita bermasalah, menurunkan kualitas sistem imun, bahkan dapat meningkatkan kemungkinan kematian. The longer we’re inactive, the more our sleep will suffer.

E. The condition of forgetfulness

Sama dengan tubuh yang butuh beraktivitas, otak kita pun demikian. Penelitian dari PLOS One, sebuah jurnal penelitian kesehatan, membuktikkan bahwa duduk atau beraktivitas terlalu lama menyebabkan lobus temporalis medial, tempat penyimpanan ingatan pada otak, menipis sehingga kita jadi mudah lupa.

Tapi, bagaimana caranya untuk tidak duduk atau tiduran terlalu lama sedangkan beban tanggung jawab mengharuskan kita untuk fokus di satu tempat?

Kita bisa melakukan beberapa dari kegiatan-kegiatan ini:

  1. Membatasi waktu total duduk, maksimal 6-8 jam sehari.
  2. Di sela-sela itu, sempatkan waktu untuk berdiri, berjalan, maupun stretching setiap 30-90 menit.
  3. Bahkan, kita juga bisa meluangkan waktu untuk berolahraga. Kalau tidak sempat, kita bisa menggantinya dengan berjalan kaki, mengerjakan pekerjaan rumah tangga, berkebun, atau aktivitas lainnya yang mengharuskan kita untuk bergerak.
  4. Tidak lupa, kita juga perlu melakukan general check up untuk mengetahui kondisi tubuh sehingga dapat dilakukan pencegahan penyakit yang tepat dan perubahan gaya hidup yang lebih sehat.

Being idle for too long is bad for your health! Duduk maupun rebahan itu nyaman, namun semuanya juga butuh batasan. Bukannya malah perasaan rileks yang kita dapatkan, melainkan dampak negatif bagi tubuh kita.

To counter that, we need to do the small thing: Move.

It’s never too late to get moving, so why not move when you still have the time and energy to?

Ingin cari tahu lebih lengkap mengenai topik serupa? Yuk, tonton WHITESPACE di Youtube & IG TV lia s. Associates @liasidik!

Facebook Comments